SEMARANG – Tradisi penjamasan benda pusaka, menjadi bagian yang sakral bagi sebagian masyarakat.
Ritual yang kerap identik dengan masyarakat Jawa ini, dianggap sudah menjadi bagian dari tradisi yang terus menerus dilestarikan tiap tahunnya.
Meski di tengah pandemi seperti saat ini, tradisi tersebut masih terus berjalan. Seperti yang dilakukan pelaku budaya tradisional di beberapa wilayah di Kabupaten Semarang tepatnya di Lapangan Dusun Pete Desa Sukoharjo Kecamatan Pabelan ini.
Menurut Babinsa Sukoharjo Koramil 02/Pabelan Serma Nasib Untung Handoko tradisi penjamasan serta kirab benda pusaka ini, adalah dalam rangka melestarikan budaya, menghargai, dan merawat peninggalan bersejarah.
“Di sisi lain, ada nilai tersendiri saat memiliki benda pusaka. Baik dari segi pembuatan yang disesuaikan dengan latar belakang seseorang, dari kalangan kerajaan atau orang biasa, ” ungkapnya, Rabu(04/05)
Benda pusaka desa ini (Bende Nyai Ceper) dipercaya memiliki kekuatan yang mengikat, antara warga desa dengan pusaka tersebut.
Menurut sekdes Sukoharjo pelaksanaan jamasan sendiri, dilakukan melalui beberapa proses.
Mulai dari pembacaan doa, jamas atau pencucian Gende Nyai Ceper hingga sindikoro atau menyelarasan energi.
Namun demikian, dirinya menolak jika dikatakan meyembah atau percaya pada benda pusaka.
“Kami warga desa tetap percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, benda-benda pusaka tersebut hanya sebagai perantara saja, ” imbuhnya.
Menurutnya penjamasan ini juga merupakan salah satu cara untuk melestarikan budaya.
Kegiatan Kirab pusaka diikuti sebagian besar warga yang membawa benda pusaka tersebut mengelilingi Desa Sukoharjo, tujuannya memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar senantiasa agar Desa Sukoharjo beserta warga senantiasa diberikan limpahan rahmat kesehatan dan kemakmuran.
Editor :Yudha/Pendim0714